Prikitiw Land Subang: Transformasi Wisata yang Mengabaikan Izin Lingkungan Desak Pertumbuhan Ekonomi Lokal
- Selasa, 18 Februari 2025

JAKARTA - Pergantian nama dan kepemilikan Taman Anggur Kukulu menjadi Prikitiw Land nampaknya membawa dampak signifikan bagi Desa Balingbing dan sekitarnya. Terletak di Kampung Kukulu, Kecamatan Pagaden Barat, Kabupaten Subang, Prikitiw Land kini menjadi pusat wisata yang ramai dikunjungi dan memikat perhatian masyarakat luas. Namun, di balik kemegahannya, sejumlah isu lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal memunculkan tanda tanya besar mengenai kelayakan dan keberlanjutan operasional tempat wisata ini.
Kemunculan Prikitiw Land sebenarnya cukup mengguncang, lantaran sebelumnya, Taman Anggur Kukulu dikenal sebagai pusat aktivitas seni dan budaya. "Dulu, taman ini adalah pusat ekspresi bagi kami. Seni dan budaya benar-benar diapresiasi," ujar Agus Surya, salah satu penduduk setempat dan pegiat seni di kampung tersebut. Menurutnya, sebelum berganti nama dan kepemilikan, Taman Anggur Kukulu sering menjadi ajang bagi para pemuda desa untuk menyalurkan kreatifitas di bidang seni dan budaya, sekaligus mempromosikan produk-produk dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal.
Saat itu, destinasi wisata ini memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di desa, terutama karena Kabupaten Subang sebagian besar didominasi sektor pertanian dan jauh dari hiruk-pikuk kota besar. Namun, dinamika ini berubah ketika taman berganti menjadi Prikitiw Land. Masyarakat setempat yang sebelumnya sempat diangkat derajat ekonominya, kini merasa terpinggirkan di tanah mereka sendiri.
Pergantian nama ini tidak hanya membawa perubahan dalam manajemen, tetapi juga filosofi dan arah bisnis yang baru. Beralihnya Taman Anggur Kukulu menjadi Prikitiw Land, tampaknya lebih berorientasi pada keuntungan pribadi daripada pembangunan komunitas. "Kami bukan hanya kehilangan tempat berkumpul dan berkreasi. Apa yang selama ini kami upayakan untuk pengembangan desa seolah-olah sirna," keluh Agus, menggambarkan kekecewaan yang mengakar di hati warga.
Hal yang lebih mengkhawatirkan, proyek Prikitiw Land ini ternyata tidak mengindahkan izin lingkungan dan persetujuan dari pihak berwenang. Di tengah upaya menarik artis-artis ternama dan pejabat daerah untuk meramaikan pembukaan serta perhelatan di destinasi wisata ini, perhatian terhadap kewajiban administratif dan lingkungan justru diabaikan. Pemerintah setempat menyebut bahwa komunikasi yang dibangun oleh pengelola Prikitiw Land selama ini sangat minim.
"Kami sudah berusaha mengajak mereka untuk duduk bersama dan mendiskusikan bagaimana implementasi proyek ini bisa turut meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes), tetapi tidak pernah ada respons positif," ungkap Kepala Desa Balingbing, Joko Susanto. Menurut Joko, keterlibatan pemerintah desa serta kelompok karang taruna yang diharapkan bisa menjadi mitra strategis pengelola, hanya berakhir menjadi penonton di arena sendiri.
Padahal, harapan masyarakat sangat besar terhadap pembangunan dan pengelolaan destinasi wisata yang benar-benar memperhatikan pengembangan lokal, tidak semata-mata meraup keuntungan tanpa mengubah tatanan yang ada. Aktivitas ekonomi lokal seperti UMKM dan kerajinan tradisional seharusnya dipertahankan sebagai bagian dari daya tarik wisata itu sendiri. Namun, kenyataannya, potensi dan kearifan lokal seperti ini yang justru terpinggirkan.
Kondisi ini disayangkan oleh berbagai pihak, termasuk praktisi lingkungan yang menilai pentingnya perspektif berkelanjutan dalam setiap usaha pengembangan pariwisata. "Pengelolaan wisata yang ramah lingkungan dan memberdayakan komunitas lokal adalah investasi jangka panjang. Tanpa keharmonisan dengan alam dan masyarakat sekitar, keuntungan finansial tidak akan bertahan lama," ujar Andi Kurniawan, aktivis lingkungan dari organisasi independen Save Nature.
Masyarakat Kukulu berharap, pemerintah daerah bisa segera turun tangan dan memediasi permasalahan ini, dengan memberikan penekanan pada pentingnya ketaatan terhadap izin lingkungan dan pengelolaan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Membangun komunikasi dan sinergi antara pengelola wisata dengan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah desa menjadi tantangan tersendiri, yang jika bisa diwujudkan, akan membuka jalan bagi kebangkitan ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, perubahan wajah wisata di desa ini tidak harus berarti menyingkirkan nilai-nilai lokal yang telah menjadi bagian dari identitas Kampung Kukulu. Partisipasi semua pihak dalam memformulasikan solusi, baik dari kalangan swasta, pemerintah, maupun masyarakat sendiri, merupakan kunci untuk memastikan Prikitiw Land bukan sekadar tujuan wisata, tetapi juga simbol harmonisasi antara pembangunan dan pelestarian. Jika mampu dikelola dengan baik, Prikitiw Land tidak hanya akan menjadi magnet bagi para wisatawan, melainkan juga menjadi katalis bagi kebangkitan ekonomi dan budaya lokal yang selama ini telah menjadi bagian dari warisan desa.

David
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
15 Tempat Wisata di Sukabumi 2025 Terbaik yang Indah Untuk Dikunjungi
- Sabtu, 06 September 2025
17 Makanan Khas Perancis yang Wajib Kamu Tahu, Ada yang Sudah Kamu Coba?
- Sabtu, 06 September 2025
Terpopuler
1.
10 Ide Menarik Memilih Kado Penikahan Untuk Sahabat
- 06 September 2025
2.
Inilah 20 Aplikasi Wajib Di Laptop Untuk Mendukung Performa Laptop
- 06 September 2025
3.
10 Game Penghasil Saldo Dana yang Perlu Kamu Tahu
- 06 September 2025
4.
15 Rekomendasi Kuliner Semarang yang Enak dan Legendaris
- 06 September 2025
5.
10 Rekomendasi Merk Printer Terbaik Sesuai Kebutuhanmu
- 06 September 2025